Minggu, 30 Januari 2011

Awig-awig Subaru, Penanganan konflik subak, dan Mobilisasi sumber daya




Subak memiliki awig-awig ( aturan tertulis ) yang di buat dalam parhyangan dan pada umumnya sangat di hormati pelaksananya oleh anggota subak. Di samping awig-awig ada pula aturan-aturan lain yang disebut kerta-sima (kebiasaan-kebiasaan yang sudah sejak lama di laksanakan dalam aktivitas subak yang mirip sebagai suatu konvensi ) dan ada pula aturan yang tidak tertulis yang berdasarkan pada kesepakatan subak pada saat dilaksanakan rapat subak dan lain-lain, yang umumnya disebut dengan perarem. Dalam aturan tersebut umumnya berisi hal-hal yang berkait dengan kiat agar lembaga subak dapat berjalan sesuai dengan lembaga tersebut, yakni mengelola system irigasi berdasarkan harmoni dan kebersamaan.
Sementara itu, aturan-aturantertulis maupun tidak tertulis (awig-awig dan perarem ) yang diberlakukan pada subak yang berkait dengan kepentingan subakakan diterapkan, bila telah didapat kesepakatan dari semua anggota subak. Rapat subak untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan bersama pada umumnya dilakukan secara rutin menjelang musim tanam. Dalam rapat seperti itu akan ditetapkan pula hari baik (dewasa ayu) untuk memulai melaksanakan pengelolaan tanah, penanaman atau kadang-kadang menentukan jenis tanaman yang harus di tanam, dan pelaksanaan gotong royong untuk memperbaiki dan membersihkan jaringan irigasi. Pelaksaan gotong royong umumnya di sesuaikan dengan upacara magpag toyo/mendak toyo.
Pengertian Awig-awig
 Awig-awig adalah suatu produk hukum dari suatu organisasi tradisional di Bali, yang umumnya dibuat secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya  dan    berlaku   sebagai    pedoman     bertingkah   laku   dari  anggota    organisasi   yang bersangkutan. Dengan demikian, awig-awig adalah patokan-patokan tingkah laku yang   dibuat   oleh   masyarakat   yang   bersangkutan   berdasarkan   rasa   keadilan   dan rasa kepatutan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Salah   satu   bentuk   organisasi   tradisional   yang   berwernang   membuat   awig-awig  adalah desa pakraman. Disamping desa pakraman, masih banyak lagim organisasi tradisional   Bali   lain   yang   juga   mempunyai   awig-awig,   seperti subak   (organisasi petani    lahan  sawah),   subak   abian    (organisasi   petani  lahan   tanah   kering),  dan kelompok-kelompok sosial lain yang tergabung dalam sekaa-sekaa, seperti sekaa  teruna (organisasi pemuda), sekaa dadya (kelompok sosial yang didasarkan atas kesamaan leluhur), dan sebagainya.
Tujuan awig-awig
Tujuannya    tidak   lain  agar  subak   menjadi    lebih  kuat   dan mandiri dan anggota-anggotanya  dapat lebih diberdayakan serta terangkat kesejahteraannya. Dengan demikian, subak menjadi tangguh menghadapi berbagai tantangan modernisasi.
Awig-awig      ditulis  dalam    bahasa    Bali.  Di   beberapa    desa   yang   pernah   mengikuti   lomba, ditemukan   awig-awig yang ditulis dalam dua bentuk huruf (ekabasa-dwi aksara), yaitu dengan   aksara Bali dan huruf Latin. Di beberapa tempat ditemukan ada awig-awig yang ditulis di daun lontar bahkan di atas lempengan perunggu, ada pula yang ditulis dalam kertas biasa.   Sistematika     awig-awig tertulis  yang  ada   sekarang  umumnya mengikuti pola yang dibakukan oleh pemerintahmelalui pembinaan-pembinaan, sesuai dengan Pedoman Penulisan Awig-awig Desa Pakraman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Dalam buku pedoman tersebut telah dilampirkan contoh   format   yang   lengkap.Sesuai   pedoman yang   ada, sistematika   awig-awig terdiri   dari Murdha   Citta  (Pembukaan)   dan   Batang   Tubuh. Batang tubuh   awig- awig     terdiri  dari  beberapa sargah (bab) yang dibagi-bagi    lagi dalam   Palet (bagian)   dan Pawos (Pasal). Bila diperlukan, pawos   masih   diuraikan   lagi   dalam beberapa Kaping (ayat). Penomoran bab menggunakan bahasa Sansekerta, seperti misalnya     bab   pertama  disebut  Pratamas  Sargah, Bab kedua disebut  Dwityas Sargah, dan   seterusnya.  
Salah   satu   bentuk   organisasi   tradisional   yang   berwernang   membuat   awig-awig adalah desa pakraman. Disamping desa pakraman, masih banyak lagim organisasi tradisional   Bali   lain   yang   juga   mempunyai   awig-awig,   seperti subak   (organisasi petani    lahan  sawah),   subak   abian    (organisasi   petani  lahan   tanah   kering),  dan kelompok-kelompok sosial lain yang tergabung dalam sekaa-sekaa, seperti sekaa teruna (organisasi pemuda), sekaa dadya (kelompok sosial yang didasarkan atas kesamaan leluhur), dan sebagainya.
Tidak ada awig-awig yang seragam di seluruh bali,  karena awig-awig dibuat  disesuaikan dengan kondisi setempat yang mungkin saja bervariasi antara desa yang satu dengan yang lainnya.
Contoh konflik :
·        Menciutnya Areal  Persawahan Beririgasi Akibat Alih Fungsi
· Salah satu tantangan yang dihadapi subak adalah menciutnya lahan sawah beririgasi sebagai akibat adanya alih fungsi untuk kegiatan non-pertanian. Di Bali dalam beberapa tahun belakangan   ini   areal   persawahan   yang   telah   beralih   fungsi diduga  mencapai  1000   ha   per tahun. Penciutan areal sawah ini sungguh pesat, lebih-lebih di lokasi yang dekat kota karena dipicu oleh harga yang cenderung   membubung tinggi. Nampaknya petani pemilik sawah di daerah sekeliling kota cenderung tergoda oleh tawaran harga tanah yang tinggi. Sebab, jika dibandingkan   dengan    mengusahakan        sendiri   untuk    usahatani     hasilnya  sungguhtidak seimbang. Petani mungkin lebih memilih mendepositokan uang hasil penjualan tanahnya itu di    bank   dan   tinggal   menerima      bunganya      tiap  bulan   yang bisa   jadi  jauh   lebih   besar dibandingkan dengan hasil usahataninya.
·  Andaikata   penyusutan   areal   persawahan   di   Bali   berlanjut   terus   separti   sekarang   ini dikhawatirkan organisasi subak akan terancam punah. Jika subak hilang apakah kebudayaan Bali dapat bertahan karena diyakini bahwa subak bersama lembaga sosial tradisional lainnya seperti banjar dan desa adat merupakan tulang punggung kebudayaan Bali. Dalam kaitan ini para   petani   anggota   subak     perlu   dilibatkan    dalam   proses     pengambilan   keputusan   yang menyangkut  masalah   pengalih   fungsian   lahan  sawah   yang   berada   dalam   wilayah   subak mereka.

·        Ketersediaan Air Semakin Terbatas
 Meningkatnya   pendapatan   masyarakat   dan   jumlah   penduduk   serta   pembangunan   di segala   bidang   terutama   pemukiman   dan   industri  pariwisata   di   Bali   menuntut   terpenuhinya kebutuhan      air  yang    terus   meningkat  baik   dari  segi   kuantitas   maupun  kualitasnya.    Ini mengisyaratkan        bahwa    air  menjadi    sumberdaya   yang    semakin    langka.   Persaingan     yang menjurus ke arah konflik kepentingan dalam pemanfaatannya antara berbagai sektor terutama sektor   pertanian   dan   non   pertanian   cenderung   meningkat   di   masa-masa   mendatang.  Belum adanya   hak  penguasaan   air   yang   dimiliki  oleh para pengguna  merupakan salah satu   sebab pemicu  konflik   pemanfaatan air.  Hal  ini  dapat   dimengerti karena  air  yang   selama    ini dimanfaatkan lebih banyak untuk pertanian, sekarang dan di masa depan harus dialokasikan juga ke sektor non pertanian. Mengingat air menjadi semakin langka maka para petani anggota subak dituntut untuk mampu mengelola air secara lebih efisien dan demikian pula para pemakai air lainnya agar mampu mengembangkan budaya hemat air.Kerusakan  Lingkungan  khususnya Pencemaran Sumberdaya Air   Di   beberapa   tempat   telah   muncul   keluhan-keluhan   dari   masyarakat   petani   tentang adanya     pencemaran   lingkungan   khususnya   sumberdaya  air   pada   sungai   dan   saluran   irigasi akibat  adanya    limbah    industri  dan   limbah    dari   hotel  serta  pemukiman.  Kecenderungan menurunnya   kualitas   air   ini   akan   meningkat   seiring   dengan   meningkatnya   jumlah   industri yang mengeluarkan limbah beracun yang disalurkan melalui sungai maupun saluran irigasi. Dalam kaitan ini subak dituntut untuk mampu berperan aktif dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

·        Kerusakan  Lingkungan   khususnya Pencemaran Sumberdaya Air
·Di   beberapa  tempat   telah   muncul   keluhan-keluhan   dari   masyarakat   petani   tentang adanya pencemaran   lingkungan   khususnya   sumberdaya air   pada  sungai  dan   saluran irigasi akibat    adanya    limbah    industri  dan   limbah   dari  hotel  serta  pemukiman.  Kecenderungan menurunnya kualitas air  ini  akan meningkat seiring  dengan  meningkatnya jumlah industri yang mengeluarkan limbah beracun yang disalurkan melalui sungai maupun saluran irigasi. Dalam kaitan ini subak dituntut untuk mampu berperan aktif dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.

Penanganan konflik:
      Membuat aturan (contohnya : awig-awig dan pararem)
 Awig-awig tertulis umumnya hanya memuat pokok-pokok (aturan-aturan pokok) mengenai kehidupan   desa   pakraman, sedangkan   aturan-aturan pelaksanaannya yang   lebih   rinci  dituangkan    dalam  bentuk   pararem. Dalam pengertian luas, awig-awig meliputi pula pararem, dadang-kadang keduanya tidak dibedakan   penggunaannya.   Dalam   pengertian   khusus,   pararem diartikan sebagai keputusan-keputusan paruman yang mempunyai kekuatan mengikat. Dilihat dari substansinya, pararem dapat digolongkan dalam tiga golongan. Pertama, pararem penyahcah  awig,yaitu   keputusan-keputusan  paruman yang  merupakan aturan pelaksanaan dari awig-awig; kedua: pararem ngele/pareram lepas, yaitu keputusan paruman yang merupakan aturan hukum baru yang tidak ada landasannya dalam awig-awig  tetapi  dibuat   untuk   memenuhi   kebutuhan     hukum    masyarakat;   dan ketiga: pararem penepas wicara , yang berupa keputusan paruman mengenai suatu persoalan  hukum (perkara) tertentu,  baik yang     berupa  sengketa    maupun pelanggaran hukum (pararem panepas wicara ).
      Pemberian sanksi terhadap anggota subak yang terlibat konflik
Sanksi dalam awig-awig disebut   dengan   istilah pamidanda,  mempunyai tujuan  untuk     mengembalikan  keseimbangan apabila terjadi    gangguan keseimbangan hubungan dalam aspek-aspek hubungan kewilayahan (palemahan ), kemasyarakatan (pawongan ), d keagamaan       (parhyangan ).  Pamidanda  ini dalam  literature   hukum  ataupun    dalam    pemahaman    masyarakat  umum     lazim dikenal     sebagai   sanksi   adat.  Secara    umum, bentuk-bentuk pamidanda (sanksi adat) ini terdiri dari tiga golongan, yaitu sanksi yang berkaitan dengan harta benda (uang   atau   barang)   disebut  artha   danda;   sanksi   yang   berkaitan   dengan   nestapa jiwa   atau   fisik  disebut jiwa   danda ;   serta   sanksi   yang   berkaitan   dengan   upaya pengembalian   keseimbangan   alam   gaib   (niskala)   disebut panyangaskara   danda.
Bantuk-bentuk   sanksi   dari   ketiga   golongan   sanksi   di   atas   sangat   bervariasi   dari yang sangat ringan sampai yang paling berat. Bentuk sanksi dari golongan artha danda yang paling ringan, misalnya adalah berupa denda uang atau barang yang disebut dedosan, kebakatan, dan lain-lain
sedangkan yang berat adalah karampag (hartanya  disita  untuk    dijual  kemudian  hasilnya    digunakan     untuk    melunasi kewajibannya di desa).   Bantuk sanksi dari golongan jiwa danda  yang tergolong ringan   misalnya adalah kagelemekin (ditegur oleh prajuru atau dalam  paruman), sedangkan yang berat adalah kasepekang (dikucilkan) dan kanorayang makrama (dipecat    sebagai    kerama    desa).  Bantuk    sanksi   dari   golongan  panyangaskara danda, misalnya adalah kewajiban nyarunin desa (melakukan upacara korban suci untuk mengembalikan kesucian desa).
Mekanisme penjatuha sanksi   umumnya di lakukan oleh desa pakraman secara berjenjang melalui prajuru  sesuai dengan tingkatannya (mulai dari prajuru banjar   sampai   prajuru   desa)   dan   disesuaikan   dengan   berat   ringannya   kesalahan atau   akibat   yang   ditimbulkan   (masor   singgih   manut   kasisipanya).   Walaupun   di sana-sini terjadi perlawanan dari kerama dalam penerapan awig-awig (penjatuhan sanksi)    sehingga   muncul   menjadi   kasus   yang   dimuat   di   media   massa,   secara umum awig-awig dan sanksi adat ditaati oleh kerama desa. Ketaatan kerama desa terhadap awig-awig disebabkan awig-awig tersebut mempunyai legitimasi sekala dan   niskala.   Secara   sekala   (alam   nyata)   awig-awig   diterima   dan   ditatati   karena merupakan kesepakan bersama, dibuat secara demokratis melalui rapat (paruman) desa,   pada   suatu   forum  dimana  semua   kerama   desa   mempunyai   hak   suara   yang sama.   Secara  niskala,   awig-awig   ditaati   karena   dianggap   mempunyai   tuah   atau kekuatan gaib   sebab   awig-awig baru   diberlakukan     setelah   diadakan    upacara pasupati atau pemelaspasan .
      Penerapan teknologi

Proses distribusi air irigasi yang adil pada dasarnya memanfaatkan teknologi yang sepadan sesuai dengan kebutuhan petani setempat. Gatra teknologi untuk dapat mencapai keadilan dan harmoni sesuai dengan filosofi konsep THK yang juga dicatat dalam system subak di bali adalah adanya suatu system pada komlek pemilikan sawah petani anggota subak masing-masing memiliki saluran suplesi (saluran air yang menuju komplek sawah petani), dan tempat air masuk/bangunan sadap (tembuku pangalapan) serta memiliki pula lokasi tempat pembuangan air irigasi dari komplek sawah petani tersebut (saluran drainasi). Air dalam saluran drainasi ini dapat dimanfaatkan oleh pihak lain. Dengan demikian melalui penerapan teknologi seperti ini akan tercapai harmoni dan kebersamaan sesuai dengan makna dari konsep THK dalam system subak.
   
Pencegahan konflik dalam subak
Semangat  gotong-royong  yang tinggi dalam melakukan kegiatan-kegiatan persubakan terutama dalam pemeliharaan jaringan fisik dan kegiatan ritual subak  Ritual subak merupakan unsure pemersatu para anggotanya sehingga  subak  menjadi organisasi yang kuat dan tangguh, Yang dapat mencegah konflik dalam subak.
Mobilisasi sumber daya
         Dalam proses  menuju     ke   masyarakat      industri/jasa   dan    selanjutnya      dalam menyongsong era globalisasi dan perdagangan bebas yang pelaksanaannya                    dilakukan secara bertahap   mulai   tahun   2003   nanti,   tidak   sedikit  tantangan   yang   harus   dihadapi   oleh   subak sebagai     lembaga    tradisional    di  Bali.  Tantangan-tantangan    tersebut    mungkin     saja  bisa menggoyahkan   sendi-sendi   kehidupan   subak   atau   bahkan   bisa   mengancam   eksistensinya apabila   tidak   dapat   diupayakan   agar   tantangan-tantangan   tersebut   dapat   dijadikan   peluang bagi subak untuk memperkuat dan meningkatkan peranannya di masa-masa mendatang sesuai dengan perkembangan zaman.
 Adalah     menjadi     tugas    dan   tanggung      jawab    moral    bagi    kita  semua     untuk menyumbangkan pikiran bagaimana agar subak sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur   dapat   dilestarikan.   Maksudnya   bukan   hanya   mempertahankan   nilai-nilai   lama,   tetapi sekaligus   membina   dan   mengembangkan   di   mana  unsur-unsur   yang   dipandang   sudah   tidak sesuai   lagi   dengan   tuntutan   masa   kini   maupun   masa   datang   dapat   dilakukan   penyesuaian- penyesuaian      sesuai  kebutuhan.     Tujuannya    tidak   lain  agar  subak   menjadi    lebih  kuat   dan mandiri dan anggota-anggotanya  dapat lebih diberdayakan serta terangkat kesejahteraannya.
Dengan demikian, subak menjadi tangguh menghadapi berbagai tantangan modernisasi. Subak    sedang    menghadapi      bermacam     tantangan,    lebih-lebih   dalam menyongsongera globalisasi yang jika tidak teratasi maka kelangsungan hidup subak bisa terancam. Tantangan- tantangan tersebut antara lain dapat diuraikan di bawah ini:
Persaingan dalam Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian yang Semakin Tajam
         Akan     tiba  saatnya bahwa  Indonesia    harus   terbuka   terhadap    masuknya     komoditi pertanian yang diproduksi di luar negari. Sektor pertanian pun mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu bertahan pada kondisi persaingan bebas tanpa subsidi dari pemerintah. Malahan sekarang saja pasar-pasar swalayan di beberapa kota besar termasuk   Denpasar   sudah   mulai   kebanjiran   produk-produk   pertanian   seperti   buah-buahan, sayur-sayuran      dan   daging    yang    dihasilkan   petani   negara    asing   yang   dapat   menggeser kedudukan   produksi pertanian yang dihasilkan oleh petani-petani negeri kita sendiri. Untuk mampu   bersaing   dalam   pasar   ekonomi   global   maka   mutu   hasil   –hasil   pertanian   kita   perlu ditingkatkan.   Ini   berarti   bahwa   mutu   sumberdaya   manusia   termasuk   para   petani   produsen perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih profesional, efisien dan mampu menguasai serta memanfaatkan teknologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar